Diabetes mellitus (DM) tipe II merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan resistensi insulin dan/atau disfungsi sel beta yang menyebabkan penurunan sekresi dan sensitivitas insulin.1 Jumlah penderita DM semakin meningkat tiap tahunnya serta menimbulkan berbagai macam komplikasi yang mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Saat ini diperkirakan jumlah penderita DM sekitar 415 juta orang, sedangkan 318 juta orang menderita gangguan toleransi glukosa yang memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi DM di masa yang akan datang. Saat ini Indonesia menempati urutan ketujuh jumlah penderita DM dewasa dengan jumlah sekitar 10 juta orang, dan urutan ketiga jumlah penderita gangguan toleransi glukosa dengan jumlah sekitar 29 juta orang.2
Hiperglikemia kronis merupakan awal penyakit kaki diabetes yang menyebabkan gangguan saraf dan gangguan aliran darah. Hal ini, Kerentanan terhadap infeksi yang meluas sampai ke jaringan sekitarnya disebabkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki. Infeksi akan mudah sekali terjadi dan meluas ke jaringan yang lebih dalam bahkan sampai ke tulang oleh karena faktor aliran darah yang kurang membuat luka sulit untuk sembuh dan terjadi ulkus. (1-3)
Pada pasien diabetes melitus, neuropati diabetik adalah komplikasi kronis yang paling sering ditemukan. Neuropati diabetik adalah gangguan metabolisme syaraf sebagai akibat dari hiperglikemia kronis. Angka kejadian neuropati ini meningkat bersamaan dengan lamanya menderita penyakit diabetes melitus dan bertambahnya usia penderita. Terdapat 3 (tiga) tipe , neuropati yaitu: Neuropati sensorik yang terjadi pada kondisi neuropati sensorik adalah kerusakan saraf sensoris. Kerusakan pada serabut saraf tipe A akan menyebabkan kelainan propioseptif, sensasi pada sentuhan ringan, tekanan, vibrasi dan persarafan motorik pada otot. Akan timbul gejala – gejala seperti kejang dan kelemahan otot kaki. Serabut saraf tipe C berperan dalam analisis sensasi nyeri dan suhu. Kerusakan pada saraf ini akan menyebabkan kehilangan sensasi protektif. Trauma berulang pada kaki dapat terjadi karena ambang nyeri meningkat. (4)
Neuropati motorik adalah neuropati yang terjadi karena demyelinisasi serabut saraf dan kerusakan motor end plate. Serabut saraf motorik bagian distal yang paling sering terkena dan menimbulkan atropi dan otot-otot intrinsik kaki. Atropi dari otot intraosseus menyebabkan kolaps dari arcus kaki. Metatarsal-phalangeal joint kehilangan stabilitas saat melangkah. Hal ini menyebabkan gangguan distribusi tekanan kaki saat melangkah dan dapat menyebabkan kallus pada bagian-bagian kaki dengan tekanan terbesar. Jaringan di bawah kalus akan mengalami iskemia dan nekrosis yang selanjutnya akan menyebabkan ulkus. Neuropati motorik dapat menyebabkan kelainan anatomi kaki berupa claw toe, hammer toe, dan lesi pada nervus peroneus lateral yang menyebabkan foot drop.
Neuropati otonom merupakan jenis neuropati yang menyebabkan keringat berkurang sehingga kaki menjadi kering. Kaki yang kering sangat berisiko untuk pecah dan terbentuk fisura pada kalus. Gangguan terjadi pada saraf-saraf yang mengontrol distribusi arteri-vena sehingga menimbulkan arteriolar-venular shunting. Hal ini menyebabkan distribusi darah ke kaki menurun sehingga terjadi iskemi pada kaki, keadaan ini mudah dikenali dengan terlihatnya distensi vena-vena pada kaki. (2,3).
Diperkirakan sekitar 50% penderita DM belum terdiagnosis di Indonesia. Hanya dua per tiga dari yang terdiagnosis menjalani pengobatan baik farmakologis maupun nonfarmakologis. Dari yang menjalani pengobatan, hanya sepertiga yang terkendali dengan baik. Bukti-bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat dicegah dengan kontrol glikemik yang optimal.3
Pengetahuan tentang patogenesis komplikasi kaki diabetik akan memberikan kontribusi terhadap strategi pencegahan untuk menyelamatkan anggota tubuh bagian bawah. Semoga informasi yang diberikan dapat bermanfaat. Salam Sehat, Sehat Indonesia.
Penulis:
Wira Gotera, Ida Bagus Aditya Nugraha
Departemen/KSM Penyakit Dalam, Divisi Endokrinologi. Metabolisme, dan Diabetes
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana-RSUP Sanglah Denpasar Bali
REFERENSI
- Lepantalo M, Apelqvist J, Setacci C, Ricco JB, de Donato G, Becker G, et al. Chapter V: Diabetic Foot. European Journal of Vascular and Endovascular Surgery. 2011; 42(S2): S60–S74.
- Rebolledo FA, Soto JM, de la Peña JE. The Pathogenesis of the Diabetic Foot Ulcer: Prevention and Management. In: Global Perspective on Diabetic Foot Ulcerations. Thanh Dinh (Ed.) [cited March 2017 ]. Available from: http://www.intechopen.com/books/globalperspective-on-diabetic-foot-ulcerations/the-pathogenesis-of-the-diabetic-foot-ulcer-prevention-andmanagement
- Mendes JJ, Neves J. Diabetic Foot Infections: Current Diagnosis and Treatment. The Journal of Diabetic Foot Complications. 2012; 4 (2), 26-45.
- Cancelliere P. A Review of the Pathophysiology and Clinical Sequelae of Diabetic Polyneuropathy in the Feet. J Diabetes Metab Disord Control. 2016; 3(2): 1-5.
Rathur HM, Boulton AJ. Pathogenesis of Foot Ulcers and the Need for Offloading. Horm Metab Res. 2005; 37 (1): 61-68.